Cobalah untuk memperhatikan orang lain, jika kita ingin diperhatikan
Cobalah untuk berbuat baik, jika kita ingin orang lain berbuat baik kepada kita
Cobalah untuk meminta maaf, jika kita berbuat salah
Dalam satu konfrensi kedokteran di Cairo beberapa waktu yang lalu, Doktor Ahmad Al Qodli, ahli penyakit jantung dan direktur Lembaga Pendidikan dan Penelitian Kedokteran Islam di Amerika, menyatakan bahwa mendengarkan atau membaca Al Qur’an mampu menimbulkan ketenangan jiwa yang menyebabkan peningkatan daya imunitas tubuh melawan serangan penyakit.
Kesimpulan ini disampaikan dalam konfrensi tersebut setelah mengadakan riset lapangan terhadap 210 pasien sukarela selama 48 kali pengobatan yang dibarengi dengan membaca Al Qur’an atau memperdengarkannya. Ternyata 77% dari simpel acak yang terdiri dari muslim dan non muslim tersebut, menampakkan adanya gejala pengenduran saraf yang tegang dan selanjutnya menimbulkan ketenangan dalam jiwa. Semua gejala tadi direkam dengan alat pendeteksi elektronik yang dilengkapi dengan komputer untuk mengukur setiap perubahan yang terjadi dalam tubuh selama pengobatan. Menurut al Qodli, berkurangnya ketegangan saraf ini mampu mengaktifkan dan meningkatkan daya imunitas tubuh dan mempercepat proses kesembuhan pasien.
Penemuan ilmiah ini menunjukkan salah satu kemukjizatan sunnah Nabawiyah yang menyatakan:
ما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون القرآن ويتدارسونه إلا حفت عليهم الملائكة ونزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وذكر الله فيمن عنده. (رواه مسلم وأصحاب سنن واين حبان والحاكم)
“Dan tiadalah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) membaca Kitabullah (Al Qur’an) dan mempelajarinya, kecuali akan dikelilingi Malaikat, dianugrahi ketenangan, diliputi rahmat dan disebut-sebut Allah dihadapan mahluk yang dekat kepada-Nya” (HR. Muslim, Ashabus Sunan, Ibnu Hibban dan Al Hakim).
Hadits Nabawi di atas menyebutkan bahwa orang yang membaca dan mempelajari Al Qur’an, minimal akan mendapat empat keutamaan:
Pertama, para Malaikat akan mengelilingi orang-orang yang sedang belajar Al Qur’an. Maksudnya, ikut mendengarkan bacaan mereka, menyalami dan memelihara mereka dari berbagai bala’ dan musibah.
Kedua, orang-orang yang membaca atau mendengarkan Al Qur’an akan dianugrahi ketenangan jiwa. Maksudnya, ia akan berhati bersih berkat cahaya Al Qur’an, hilang rasa kebimbangan dan kegundahan jiwanya, kemudian dilimpahi nur Ilahi dalam hatinya. Ketenangan jiwa inilah yang membawa dirinya taat kepada Allah sehingga menjadi sehat jasmani dan rohaninya. Allah menegaskan dalam firman-Nya: “Ingatlah, hanya dengan menginat Allah-lah (dzikrullah) hati menjadi tenang” (QS. Ar Ro’d:28). Membaca Al Qur’an termasuk juga di dalamnya dzikrullah ini.
Ketiga, membaca dan mendengar Al Qur’an akan mendapat limpahan rahmat dan berkat dari Allah SWT. Allah telah menyatakan hal ini dalam
Keempat, orang yang mempelajari Al Qur’an akan disebut-sebut Allah dikalangan para Malaikat al muqorrobin. Allah berkata kepada mereka, “Lihatlah hamba-hamba-Ku sedang berdzikir kepada-Ku dan membaca kitab-Ku” . Ini adalah kemuliaan yang besar yang dianugrahkan kepada pembaca dan pendengar Al Qur’an.
Di era globalisasi ini, kita dapati banyak manusia yang terserang penyakit kelabilan jiwa seperti depresi, sekrizopenia, sterss dan penyakit goncangan lainnya. Hasil penelitian belum lama ini, menunjukkan bahwa di kota-kota besar di Indonesia, terdapat satu orang yang terserang stress dari lima orang penduduk kota, artinya, jumlah orang stress mencapai 20% dari seluruh penduduk kendatipun jumlah ini tidak separah di Inggris yang mencapai 25% atau di Amerika yang mencapai 35%. Namun cukup memperihatinkan dan nampaknya semakin meningkat jumlahnya. Sehingga telah dicanangkan penambahan rumah sakit jiwa di beberapa
Fadhilah membaca Al Qur’an amatlah besar. Orang yang belajar dan yang mengajarkannya digolongkan dalam kelompok orang-orang yang terbaik kualitas islamnya. Membacanya memperoleh pahala yang besar dari Allah. Setiap huruf mendapat satu kebaikan yang dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Al Qur’an akan memberikan syafaat kepada para pembacanya di hari kiamat nanti. Dan yang jelas, serta telah dibuktikan secara ilmiah, membaca atau mendengarkan Al Qur’an mampu menurunkan ketegangan jiwa, menimbulkan ketenangan dan selanjutnya akan menambah daya imunitas tubuh.
Ketika kita sedang terjebak kemacetan di jalan raya atau berada dalam kondisi yang bisa menibulkan stress, sebaiknyalah kita mengisi waktu dengan dzikir atau mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an daripada harus bengong tak karuan atau mendengarkan musik yang belum tentu berpahala.
DR. Ahmad Satori.
Bidadariku,
Namamu tak terukir
Dalam catatan harianku
Asal usulmu tak hadir
Dalam diskusi kehidupanku
Wajah wujudmu tak terlukis
Dalam sketsa mimpi-mimpiku
Indah suaramu tak terekam
Dalam pita batinku
Namun kau hidup mengaliri
Pori-pori cinta dan semangatku
Sebab………
Kau adalah hadiah agung
Dari Tuhan Untukku Bidadariku
Seorang perempuan shalihah yang jadi bidadariku,
yang aku cintai sepenuh hati dalam hidup dan mati,
yang aku harapkan jadi teman perjuangan merenda masa depan,
dan menapaki jalan Ilahi.
(Sssst….. ini aq ambil dari salah satu bloger)
Tertawa sewajarnya dapat dijadikan sebagai obat penawar kesusahan dan pelera kesedihan yang mempunyai efek yang menakjubkan untuk menyenangkan jiwa dan membahagiakan hati. Karenanya, salah seorang sahabat bernama Abu Darda’ mengatakan, “Sesungguhnya terkadang aku perlu tertawa untuk menghibur hatiku.”
Dan adalah manusia yang paling mulia, Rasulullah SAW, adakalanya tertawa hingga gigi seri beliau kelihatan. Inilah kegunaan tertawa bagi orang-orang yang berakal lagi mengetahui penyakit yang meresahkan jiwa dan cara penyembuhannya.
Tertawa adalah pertanda yang menggambarkan puncak kelegaan, kesenangan, dan kelapangan selama tidak berlebihan, yaitu tertawa yang pertengahan alias sewajarnya sebagaimana disebutkan berikut: “Janganlah engkau terlalu banyak tertawa, karena sesungguhnya terlalu banyak tertawa akan mengeraskan hati.”
Tertawa merupakan kesenangan ahli surga sebagaimana dikisahkan dalam firman-Nya, ”Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir,” (QS Al Muthaffifin 83:34)
Pada hakikatnya, Islam adalah agama yang dibangun di atas landasan pertengahan dan keseimbangan, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, maupun tingkah laku. Oleh karena itu, Islam tidak menolerir sikap masam muka dengan penampilan yang kelam lagi menakutkan, dan tidak pula ketawa terbahak-bahak yang berkelanjutan tanpa mengindahkan ketenangan orang lain.
Sebaliknya, Islam membolehkan tertawa yang dibarengi dengan kesungguhan dan kewibawaan sebagai gambaran kelegaan jiwa dan kepuasaan hati pelakunya.
Alangkah perlunya kita akan senyuman, keceriaan wajah, kelapangan dada, keindahan budi pekerti, kehalusan jiwa, dan kelembutan hati. Dalam sebuah hadits disebutkan, ”Meskipun sekedar menampakkan wajah ceria saat bertemu saudaramu.”
Sebagaimana diungkapkan Zuhair Ibnu Abu Sulma saat memuji Harim bin Sinan, seorang yang dermawan lagi murah hati.
Kau lihat dia manakala kau datangi
Tersenyum cerah menyambut kedatanganmu
Seakan-akan engkau akan berikan kepadanya
Sesuatu yang engkau sendiri menginginkannya
Jiwa yang berkarakter suka senyum bila melihat kesulitan, timbullah seleranya untuk mengatasinya. Ia memandangnya dengan tersenyum, menanggulanginya dengan tersenyum, dan mengatasinya dengan tersenyum pula.
Sesungguhnya kesulitan dalam hidup itu bersifat relatif. Suatu persoalan yang kecil akan terlihat sangat sulit bagi orang yang berjiwa kerdil, sedang menurut orang yang berjiwa besar tidak ada persoalan yang tidak bisa diatasi sebesar apapun persoalan tersebut.
Orang yang berjiwa besar akan semakin bertambah besar setiap kali dapat mengatasi kesulitan, berbeda halnya dengan orang yang berjiwa kerdil, maka jiwanya makin mengecil karena setiap menghadapi persoalan, dia selalu lari darinya.
Sesungguhnya kesulitan itu tak ubahnya seperti anjing liar. Bila ia melihat Anda ketakutan kepadanya, lalu Anda lari darinya, maka ia akan menyalaki Anda dan mengejar di belakang Anda.
Akan tetapi, jika ia melihat Anda meremehkannya dan tidak menggubrisnya serta menatapkan mata Anda terhadapnya dengan tatapan yang tajam, niscaya ia akan memberi jalan kepada Anda dan surut ketakutan melihat Anda.
Percaya diri merupakan karunia besar yang perlu dipelihara untuk menopang pilar kesuksesan dalam meraih cita-cita kehidupan. Percaya diri berbeda jauh dengan sikap angkuh yang termasuk sikap tercela.
Perbedaannya adalah kalau angkuh terlahir dari percaya diri yang dilatarbelakangi oleh ilusi dan kesombongan yang palsu, sedang percaya diri timbul dengan dilatarbelakangi oleh kepercayaan akan kemampuan diri untuk mengemban tanggung jawab disertai dengan upaya memperkuat bakat dan memperbaiki kesiapannya.
Sehubungan dengan hal ini, seorang penyair bernama Iliyya Abu Madhi mengatakan dalam bait-bait syair berikut:
Dia berkata, “Langit sedih dan terlihat murung.”
Kujawab: ”Tersenyumlah! Biarlah langit murung.”
Dia berkata, ”Masa muda telah berpaling.”
Kujawab: ”Tersenyumlah! Penyesalan tidak akan dapat mengembalikan masa muda yang telah berlalu.”
Dia berkata, ”Langit yang dahulu menaungi cintaku kini telah berubah menjadi neraka bagiku karena membiarkanku terpanggang kerinduan. Ia telah mengkhianati janjinya kepadaku sesudah kuserahkan hatiku kepadanya, maka bagaimana aku dapat tersenyum?”
Kujawab: ”Tersenyumlah dan bersenandunglah. Seandainya engkau tetap merindukannya, niscaya engkau akan menghabiskan usiamu dalam penderitaan.”
Dia berkata, ”Perdagangan dalam perjuangan yang sengit bagaikan musafir yang berjuang hampir mati kehausan. Atau bagaikan seorang gadis yang mengidap TBC memerlukan transfusi darah setiap kali batuk mengeluarkan darah.”
Kujawab: ”Tersenyumlah! Bukan engkau yang mendatangkan penyakitnya dan bukan pula yang dapat menyembuhkannya. Bila Anda tersenyum, mudah-mudahan...
Apakah orang lain yang berbuat jahat sebab engkau tak bisa tidur karena ketakutan seakan-akan engkaulah yang berbuat jahat?”
Dia berkata, ”Musuh di sekitarku makin keras caci-makinya. Apakah aku dapat hidup senang bila orang-orang di sekitarku memusuhiku?”
Kujawab: ”Tersenyumlah! Jika Anda tidak ingin lebih mulia dan lebih besar daripada mereka, balaslah cacian mereka.”
Dia berkata, ”Musim semi telah menampakkan tanda-tandanya dan menampilkan dirinya kepadaku dengan keindahan pakaian dan perhiasannya. Dan aku mempunyai keharusan untuk memberi hadiah kepada orang-orang yang kukasihi, tetapi di tanganku tidak ada uang.”
Kujawab: ”Tersenyumlah, sudah cukup bagimu bila masih tetap hidup dan masih ada orang-orang yang mencintaimu.”
Dia berkata, ”Malam-malam yang kulalui merekukkan kepahitan kepadaku.”
Kujawab: ”Tersenyumlah, sekalipun engkau mereguk kepahitan. Mudah-mudahan orang lain yang melihat engkau bersenandung akan membuang kesedihannya jauh-jauh dan ikut bersenandung.”
“Apakah engkau mengira dapat memperoleh uang dengan bermuram durja?
Apakah engkau merugi tidak meraih keberuntungan karena tersenyum cerah?
Wahai sahabat tercinta, kedua bibirmu tidak akan sumbing karena tersenyum dan wajahmu tidak akan bopeng karena berseri.
Maka tersenyumlah, karena bintang-bintang tertawa ceria
sekalipun kegelapan malam bertumpang-tindih
karena itulah kami mengagumi bintang-bintang.”
Dia berkata, “Keceriaan wajah tidak akan membahagiakan manusia yang datang ke dunia ini dan pergi meninggalkannya dengan terpaksa.”
Kujawab: ”Tersenyumlah, selama antara engkau dan kematian masih ada jarak sejengkal, karena sesungguhnbya engkau tidak pernah tersenyum sebelumnya.”
Tersenyumlah, jangan bersedih, karena sesungguhnya bersedih akan membuatmu menganggap air yang enak diminum terasa pahit bak bratawali, bunga sebagai kaktus berduri, taman yang subur sebagai sahara yang tandus, dan kehidupan yang bebas sebagai penjara yang tak tertahankan.
Tersenyumlah, hilangkan kesedihanmu, kau masih punya sepasang mata, sepasang telinga, lisan, hati, kesehatan jasmani, orang-orang yang menyayangimu, Tuhan yang selalu mencintaimu dan yang mengabulkan doamu. ” Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”